TAK BAKU BAKU
1. Aktifitas aktivitas
2. Apotik apotek
3. Analisis analisa
4. diagnosis diagnosa
5. Atlet atlit
6. Atmosfer atmosfir
7. azas asas
8. aerobic erobik
9. dipersilakan dipersilahkan
10. blangko blanko
11. jadual jadwal
12. adap adab
13. adpokad advokat
14. ajektif adjektif
15. antri antre
17. aparatur aparat
18. apluse/aplus aplaus
19. asal-muasal asal-usul/asalmula
20. atmosfir atmosfer
21. autobiografi otobiografi
22. antar umat Islam antarumat-Islam
23. non Islam non-Islam
24. anti karat antikarat
25. al Qur'an Al-Quran
Rabu, 29 Agustus 2018
ANALISIS TEKS
ANALISIS
TEKS
1.
TEKS SEJARAH
Menganalisis teks adalah penyelidikan
(meneliti/memeriksa) terhadap suatu teks atau wacana (karangan,
perbuatan dan lain sebgainya), dan menganalisis merupakan kegiatan melakukan
analisis. Di dalam menganalisis ada beberapa lagkah yang perlu
diperhatikan yaitu struktur, isi, dan bahasa.tentang sejarah
langkah1.
Munculkan skema teks, jika skema teks tidak muncul maka
berusahalah membuatnya
2. Berikan pertanyaan
pada judul, jika judulnya tidak ada ciptakaan satu atau beberapa judul
3. Bacalah baris demi baris dengan
teliti. Tetapi jangan lupa juga membaa secara global terlebih dahulu seperti
subjudul, skema umum, tema, dan pertanyaan atau masalah yang dimunculkan.
4. Ciptakan tabel. Pilihlah dengan
teliti bidang-bidang dan kategori yang akan dianalisis berdasarkan topic
5. Hindari pengulangan,
skema atau kerangka yang berisi pengulangan tidak bagus
6. Analisis juga polisemi kata, yaitu
dengan memberikan makna setiap kata, seperti mencari sinonim dan antonym kata.
7. Urutkan ide dan
kejadian, dan susunlah kembali berdasarkan masalah yang ditanyakan.
8. Jangan berpikir ada jebakan, tetapi
jangan berpikir juga semua mulus tidak ada jebakan tanpa perlu diteliti dahulu.
Analisis
Teks Sejarah
Kongres
Sumpah Pemuda
Oleh
Febi Arlita
Orientasi
Kongres
pemuda II berlangsung pada 27-28 oktober dalam tiga tahap rapat. Rapat pertama
berlangsung di gedung katholieke jongelingen bond di waterlooplein, lalu
dipindahkan ke oost java bioscoop di konigsplein noord, dan rapat ketiga berlangsung
di gedung kramat 106 sekaligus penutupan rapat.
Dari rapat pertama hingga
rapat ketiga, kongres pemuda II ini menghadirkan 15 pembicara, yang membahas
berbagai tema. Diantara pembicara yang dikenal, antara lain Soegondo
Djojopespito, Muhammad Yamin, dan Siti Sundari. Hadir pula banyak organisasi
pemuda dan kepanduan saat itu, diantaranya jong java, jong ambon, jong celebes,
jong batak, jong sumatranen bond, dan lain-lain.
Peristiwa
Menjelang
penutupan, muhammad yamin mengedarkan secarik kertas kepada pimpinan rapat,
soegondo djojopoespito, lalu diedarkan kepada para peserta rapat yang lain.
Siapa sangka, tulisan yamin di secarik kertas itulah tercetus gagasan sumpah
pemuda.
Sumpah itu lalu dibaca oleh oleh soegondo,
lalu yamin memberi penjelasan panjang lebar tentang isi rumusannya itu. Pada
awalnya, rumusan singkat yamin itu dinamakan “ikrar pemuda”, lalu diubah oleh
yamin sendiri menjadi “sumpah pemuda”.
Re-Orientasi
Bung karno sendiri menganggap sumpah pemuda
1928 bermakna revolusioner: satu negara kesatuan dari sabang sampai merauke,
masyarakat adil dan makmur, dan persahabatan antarbangsa yang abadi.
Sebagai suatu teks, teks
cerita sejarah memiliki ciri kebahasaan tersendiri. Ciri kebahasaan tersebut
antara lain tecermin dalam beberapa hal berikut.
1. Frasa Nomina dan Verba
Frasa di
antaranya terdiri atas frasa nomina dan verba. Sesuai namanya, frasa nomina
merupakan kelas kata nomina yang diperluas, seperti: gadis cantik, rumah megah,
ruang tidur, kantor berita, dan lain-lain. Berdasarkan fungsinya, frasa nomina
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
- Frasa nomina modifikatif, yaitu
gabungan kata yang bersifat membatasi atau menerangkan unsur utamanya.
Misalnya: rumah mewah (rumah yang mewah, bukan rumah yang kecil), ketua
kelompok, dan uang receh.
- Frasa nomina koordinatif, yaitu
gabungan kata yang memiliki kedudukan setara dan tidak saling menerangkan.
Salah satu cirinya, gabungan kata tersebut dapat dihubungkan dengan
konjungsi dan/atau. Misalnya: sandang (dan) pangan, hak kewajiban, dan
lahir batin.
- Frasa nomina apositif, yaitu
gabungan kata yang berfungsi sebagai keterangan yang ditambahkan atau
diselipkan pada kata atau frasa tertentu. Misalnya: Arman, teman adikku,
datang ke rumah tadi pagi. Frasa teman adikku menerangkan kata Arman.
Sama halnya dengan frasa
nomina, frasa verba juga terbagi menjadi tiga jenis berikut.
- Frasa
verba modifikatif, seperti: Ibu bekerja keras untuk membahagiakan anaknya.
- Frasa
verba koordinatif, seperti: Premanisme merusak dan menghancurkan nilai-nilai
luhur Pancasila.
- Frasa
verva apositif, seperti: Bisnis yang dijalankannya, berdagang pakaian
secara daring, semakin sukses saat ini.
2. Konjungsi Temporal
Dalam teks
cerita sejarah biasanya digunakan konjungsi temporal. Konjungsi temporal adalah
kata penghubung yang menyatakan urutan tindakan atau waktu yang biasanya ada
dalam teks cerita sejarah. Konjungsi temporal terdiri atas dua bagian, yaitu
konjungsi temporal sederajat dan konjungsi temporal tidak sederajat.
Konjungsi temporal
sederajat yaitu konjungsi yang menghubungkan dua unsur dalam kalimat yang
sederajat atau setara. Konjungsi ini biasanya digunakan dalam kalimat majemuk
setara. Konjungsi temporal sederajat di antaranya adalah lalu, kemudian,
selanjutnya, dan sebelumnya. Misalnya: Jepang menyerah kepada sekutu, kemudian
meninggalkan koloninya satu per satu.
Adapun konjungsi temporal
tidak sederajat yaitu konjungsi yang menghubungkan dua unsur dalam kalimat yang
tidak sederajat atau setara. Konjungsi ini biasanya digunakan dalam kalimat
majemuk bertingkat. Konjungsi temporal tidak sederajat di antaranya adalah
apabila, jika, bilamana, hingga, ketika, saat, sambil, sebelum, sampai, sejak,
selama, sementara, seraya, dan tatkala. Misalnya: Perang dingin terjadi setelah
perang dunia II berakhir.
3. Nominalisasi
Nominalisasi
adalah pembentukan nomina dari kelas kata lain dengan menggunakan afiks
(imbuhan) tertentu. Pembentukan nomina tersebut dapat berasal dari kelas kata
verba, adjektiva, atau nomina lainnya. Teks cerita sejarah merupakan jenis teks
penceritaan ulang (rekon/recount). Dalam teks penceritaan ulang seringkali
ditemukan nomina yang merupakan hasil nominalisasi. Pemberian imbuhan terhadap
kata yang mengalami nominalisasi disebut dengan afiksasi. Afiksasi yang sering
terjadi dalam nominalisasi antara lain sebagai berikut:
a. Sufiks –an, -at, -si,
-ika, -in, -ir, -tur, -ris, -us, -isme, -is, -isasi, -isida, -ita, -or, dan
–tas.
Contoh:
bacaan (baca+an), manisan (manis+an), sosialisasi (sosial+isasi), dan kritikus
(kritik+us).
b. Prefiks ke-, pe-, dan
se-.
Contoh:
ketua (ke+tua), pedagang (pe+dagang), dan sekelas (se+kelas).
c. Konfiks ke-an, pe-an,
dan per-an.
Contoh:
pengaturan (pe+atur+an), pertunjukan (per+atur+an), dan kekayaan (ke+kaya+an).
d. Infiks –el- dan –er-.
Contoh:
gelembung (gembung+el), telunjuk (tunjuk+el), dan jemari (jari+em).
e. Kombinasi afiks
pemer-, keber-an, kese-an, keter-an, pember-an, pemer-an, penye-an, perse-an,
Contoh: keberhasilan (keber+hasil+an),
keterlibatan (keter+libat+an)
Mari kita analisis
Setelah membaca teks
cerita sejarah di atas secara saksama, kita dapat menganalisis ciri kebahasaan
teks tersebut melalui tiga hal berikut.
Pertama, Penggunaan
frasa nomina dan verba
Dalam teks cerita sejarah
di atas, ditemukan beberapa frasa nomina berikut.
Frasa nomina modifikatif,
seperti: hari bahasa ibu dan kemerdekaan Pakistan.
Frasa nomina koordinatif,
seperti: kedua wilayah juga memiliki kondisi sosial budaya yang berbeda.
Frasa nomina apositif,
seperti: .... dideklarasikan dalam konferensi pendidikan di Karachi, ibukota
Pakistan.
Selain itu, terdapat juga
beberapa frasa verba berikut.
Frasa verba modifikatif,
seperti: Masyarakat Pakistan Timur akhirnya dapat menggunakan bahasa Bengali.
Frasa verba koordinatif,
seperti: .... masyarakat Pakistan Timur mulai melakukan dan menggencarkan aksi
protes ....
Kedua, Konjungsi
temporal
Dalam teks cerita sejarah
di atas juga digunakan beberapa konjungsi temporal seperti pada contoh
berikut.
- Pertikaian
antara Pakistan Barat dan Pakistan Timur memburuk saat pemerintah
menyatakan akan mengadopsi bahasa Urdu sebagai bahasa resmi negara (tidak
sederajat).
- Setelah
deklarasi tersebut, masyarakat Pakistan Timur mulai melakukan dan
menggencarkan aksi protes pada tahun 1947 (tidak sederajat).
Ketiga, Nominalisasi
Nominalisasi yang
terdapat dalam teks cerita sejarah di atas antara lain sebagai berikut.
- kemerdekaan, yaitu ke-
+ merdeka + -an, dibentuk dari konfiks dan adjektiva.
- peringatan, yaitu
pe-(N) + ingat + -an, dibentuk dari konfiks dan verba.
- Pemerintah, yaitu
pe-(N) + perintah, dibentuk dari prefiks dan verba.
Bandoeng Laoetan Api :
suatu hari di Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu “Halo Halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang sekarang telah menjadi lautan api.
Setelah ProklamasiKemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang.
suatu hari di Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu “Halo Halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang sekarang telah menjadi lautan api.
Setelah ProklamasiKemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang.
Mereka berkomplot dengan Belanda dan memperalat Jepang untuk
menjajah kembali Indonesia. Jejak Perjuangan “Bandung Lautan Api” membawa kita
menelusuri kembali berbagai kejadian di Bandung yang berpuncak pada suatu malam
mencekam, saat penduduk melarikan diri, mengungsi, di tengah kobaran api dan
tembakan musuh.
Sejarah Bandung Lautan Api Asal Usul - Sebuah kisah tentang harapan, keberanian dan kasih sayang. Sebuah cerita dari para pejuang kita. Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia.
Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk me¬nyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda.
Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan. Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik “bumihangus”.
Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi kearah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung.
Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota. Malam itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api menyala dari masing-masing rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan harta bendanya, kemudian makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah tengah malam kota telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang masih menyala.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia. Selengkapnya mengenai Peristiwa Bandung Lautan Api, anda bisa membaca buku; “Saya Pilih Mengungsi”, buku ini dapat anda dapatkan di sekretariat Bandung Heritage.
Sejarah Bandung Lautan Api Asal Usul - Sebuah kisah tentang harapan, keberanian dan kasih sayang. Sebuah cerita dari para pejuang kita. Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia.
Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk me¬nyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda.
Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan. Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik “bumihangus”.
Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi kearah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung.
Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota. Malam itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api menyala dari masing-masing rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan harta bendanya, kemudian makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah tengah malam kota telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang masih menyala.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia. Selengkapnya mengenai Peristiwa Bandung Lautan Api, anda bisa membaca buku; “Saya Pilih Mengungsi”, buku ini dapat anda dapatkan di sekretariat Bandung Heritage.
sejarah
Bandung Lautan Api
SUATU hari di Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar
200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka,
meninggalkan kota Bandung menuju pegunungan di selatan. Beberapa tahun
kemudian, lagu “Halo-Halo Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka,
seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang telah menjadi lautan api.
Insiden Perobekan Bendera :
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda (tentara NICA) dan memperalat Jepang untuk menjajah kembali Indonesia.
Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.
Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.
Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan.
Bandoeng Laoetan Api :
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik “bumihangus”. Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan rakyat untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana-sini asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut.
Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan Bandung pun berubah menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
“Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air” (A.H Nasution, 1 Mei 1997)
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.
Insiden Perobekan Bendera :
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda (tentara NICA) dan memperalat Jepang untuk menjajah kembali Indonesia.
Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.
Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.
Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan.
Bandoeng Laoetan Api :
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik “bumihangus”. Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.
Kolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan rakyat untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana-sini asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut.
Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan Bandung pun berubah menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Bandung Lautan Api kemudian menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
“Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air” (A.H Nasution, 1 Mei 1997)
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.
Sejarah Singkat
Bandung Lautan Api diambil dari
http://berbagi-ilmu-terlengkap.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-singkat-bandung-lautan-api.html
HASIL ANALISIS :
Sejarah Bandung Lautan Api
1. Struktur Teks Cerita
No
|
Struktur
|
Peristiwa
|
1.
|
Orientasi
|
Suatu hari di
Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir
sejarah dengan membakar rumah dan harta benda mereka, meninggalkan kota
menuju pegunungan di selatan.Beberapa tahun kemudian, lagu “Halo Halo
Bandung” ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali
ke kota tercinta, yang sekarang telah menjadi lautan api. Setelah Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan
harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela
mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk
melucuti tentara Jepang.
|
2.
|
Urutan peristiwa
1
|
Sebuah kisah tentang harapan, keberanian dan kasih sayang. Sebuah cerita dari
para pejuang kita. Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta
diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17
Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar.
Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan
Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru
bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera
Indonesia.
|
3.
|
Urutan peristiwa
2
|
Perobekan dengan
bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang
Karmas, dibantu oleh Moeljono.Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan
Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia
(LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri
dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
|
4.
|
Urutan peristiwa
3
|
Peristiwa yang
memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi
serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung.
Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal.
Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi
musibah. Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan
Belanda.
|
5.
|
Urutan peristiwa
4
|
Tanggal 5
Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar.
Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan
tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan. Ultimatum
agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat,
melahirkan politik “bumihangus”.
|
6.
|
Urutan peritiwa 5
|
Rakyat tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh musuh. Mereka mengungsi
kearah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung
diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di
hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.Kolonel Abdul
Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah
tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung.
|
7.
|
Urutan peristiwa
6
|
Hari itu juga,
rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota. Malam
itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api menyala dari masing-masing
rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan harta bendanya, kemudian
makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah tengah malam kota telah
kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang masih menyala.
|
8.
|
Re-orientasi
|
Pembumihangusan
Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan
rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar.
Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar
Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu “Halo-Halo Bandung” yang bersemangat
membakar daya juang rakyat Indonesia. Bandung Lautan Api kemudian menjadi
istilah yang terkenal setelah peristiwa pembakaran itu. Banyak yang
bertanya-tanya darimana istilah ini berawal. Almarhum Jenderal Besar A.H
Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi
Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta,
untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung
setelah menerima ultimatum Inggris.
|
2. Nominalisasi
No
|
Kata Benda
|
Nominalisasi
|
1.
|
Kemerdekaan
|
Ke-merdeka-an (konfiks)
|
2.
|
Perjuangan
|
Per-juang-an
(konfiks)
|
3.
|
Percetakan
|
Per-cetak-an
(konfiks)
|
4.
|
Perobekan
|
Pe-robek-an (
konfiks)
|
5.
|
Penyelidikan
|
Pe-selidik-an
(konfiks)
|
6.
|
Perbekalan
|
Per-bekal-an
(konfiks)
|
7.
|
Pembakaran
|
Pe-bakar-an
(konfiks)
|
8.
|
Pertemuan
|
Per-temu-an
(konfiks)
|
9.
|
Tembakan
|
Tembak-an
(sufiks)
|
10.
|
Lautan
|
Laut-an (sufiks)
|
11.
|
Pegunungan
|
Pe-gunung-an
(konfiks)
|
12.
|
Harapan
|
Harap-an (sufiks)
|
13.
|
Keberanian
|
Ke-berani-an
(konfiks)
|
14.
|
Pejuang
|
Pe-juang
(prefiks)
|
15.
|
Pembacaan
|
Pe-baca-an (konfiks)
|
16.
|
Cetakan
|
Cetak-an (sufiks)
|
17.
|
Keamanan
|
Ke-aman-an
(konfiks)
|
18.
|
Bagian
|
Bagi-an (sufiks)
|
19.
|
Kehilangan
|
Ke-hilang-an
(konfiks)
|
20.
|
Keadaan
|
Ke-ada-an
(konfiks)
|
21.
|
Serangan
|
Serang-an
(sufiks)
|
22.
|
Ratusan
|
Ratus-an (sufiks)
|
23.
|
Keputusan
|
Ke-putus-an
(konfiks)
|
24.
|
Persatuan
|
Per-satu-an
(konfiks)
|
25.
|
Kekuatan
|
Ke-kuat-an
(konfiks)
|
26.
|
Tindakan
|
Tindak-an
(sufiks)
|
27.
|
Perlawanan
|
Per-lawan-an
(konfiks)
|
28.
|
3.
Frasa
a. Nomina
Nomina
|
|||
No
|
Modifikasi
|
Koordinatif
|
Apositif
|
1.
|
Suatu hari
|
Rumah dan harta benda
|
Kolonel Abdul Haris Nasution,
Komandan Divisi III
|
2.
|
Lautan api
|
Harapan, keberanian, dan kasih
sayang
|
Pemuda Indonesia, Endang Karmas
|
3.
|
Perjuangan rakyat
|
Merah dan putih
|
Jendral besar, A.H. Nasution
|
4.
|
Tentara Inggris
|
Penyelidikan dan perbekalan
|
|
5.
|
Tentara Jepang
|
Tekanan dan serangan
|
|
6.
|
Sebuah kisah
|
Pihak Belanda dan pihak Inggris
|
|
7.
|
Tinta merah
|
Kota dan rakyat
|
|
8.
|
Bendera Belanda
|
Kekuatan TNI dan rakyat
|
|
9.
|
Bendera Indonesia
|
||
10.
|
Pasukan tempur
|
||
11.
|
Serangan musuh
|
||
12.
|
Banjir besar
|
||
13.
|
Tempat tinggal
|
||
14.
|
Rombongan besar
|
||
15.
|
Penduduk Bandung
|
||
16.
|
Ultimatum Inggris
|
b. Verba
Verba
|
|||
No
|
Modifikasi
|
Koordinatif
|
Apositif
|
1.
|
Untuk
melambangkan
|
Meninggalkan dan melahirkan
|
|
2.
|
Telah menjadi
|
Mengumumkan dan memerintahkan
|
|
3.
|
Harus dicapai
|
||
4.
|
Untuk melucuti
|
||
5.
|
Telah tersebar
|
||
6.
|
Yang memperburuk
|
||
7.
|
Oleh terbentuknya
|
||
8.
|
Untuk menyerang
|
||
9.
|
Untuk meninggalkan
|
||
10.
|
Hanya meninggalkan
|
||
11.
|
Yang berkekuatan
|
||
12.
|
Yang bersemangat
|
||
13.
|
Yang bertanya-tanya
|
||
14.
|
Akan dilakukan
|
Langganan:
Postingan (Atom)